SURABAYATODAY.ID, SURABAYA – Indeks demokrasi Provinsi Jawa Timur tahun 2021 tercatat lebih tinggi dibandingkan angka nasional. Bahkan Indeks Demokrasi Indonesia (IDI), Jatim menempati urutan kedua nasional berdasarkan data BPS yang diterbitkan tanggal 18 Juni 2022.
Dari data IDI yang dirilis BPS tersebut, disampaikan bahwa nilai indeks demokrasi untuk Jawa Timur mencapai 81,31 poin. Sementara pada tahun 2020 tercarat 70,71.
Angka tersebut menempati urutan kedua setelah DKI Jakarta dengan poin 82,08. Namun angka indeks demokrasi Jatim tercatat lebih tinggi dibandingkan angka nasional yaitu sebesar 78,12 poin.
Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa mengatakan peningkatan capaian ini berkat sinergi dan kolaborasi dari semua elemen strategis masyarakat di Jawa Timur dari semua level dan semua entitas.
“Ini menunjukkan bahwa suasana demokrasi di Jatim terjaga dengan baik dan kondusif,” jelas Khofifah.
Angka indeks demokrasi Jatim di tahun 2021 ini lebih tinggi dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Rincinya di tahun 2020 angka indeks demokrasi Jatim adalah 70,71, kemudian di tahun 2019 angkanya adalah 77,68, dan di tahun 2018 angkanya adalah 72,86.
Dikatakan Khofifah, kenaikan indeks demokrasi ini tidak lepas dari terlayaninya hak-hak politik warga masyarakat. Selain itu lembaga penyelenggara demokrasi yaitu KPU dan Bawaslu yang juga berperan penting dalam kenaikan indeks demokrasi.
“Artinya dapat dikatakan bahwa capaian ini membuktikan bahwa kinerja lembaga penyelenggara demokrasi di Jatim juga semakin membaik,” tambahnya.
Lebih lanjut, Gubernur Khofifah menjelasjan bahwa tingginya indeks Demokrasi Jatim dipengaruhi beberapa aspek. Antara lain aspek Kebebasan sebesar 88,11 poin, aspek Kesetaraan sebesar 81,14 poin, dan aspek Kapasitas Lembaga Demokrasi.
Sedangkan indikator metode yang diterapkan dalam indeks demokrasi meliputi beberapa hal. Yang pertama adalah dimensi ekonomi. Yang terdiri dari pemenuhan hak-hak pekerja, anti monopoli sumber daya ekonomi, akses warga miskin pada perlindungan dan jaminan sosial, dan kesetaraan kesempatan kerja antar wilayah.
Kemudian untuk dimensi politik meliputi Pers yang bebas dalam menjalankan tugas dan fungsinya, kesetaraan gender, Partisipasi masyarakat dalam memengaruhi kebijakan publik melalui lembaga perwakilan, Akses masyarakat terhadap informasi publik, kinerja lembaga legislatif dan yudikatif.
Serta juga adanya jaminan pemerintah/pemerintah daerah terhadap pelestarian lingkungan dan ruang hidup masyarakat, transparansi anggaran dalam bentuk penyediaan informasi APBN/D oleh pemerintah, pendidikan politik pada kader partai politik dan kinerja birokrasi dalam pelayanan publik.
“Selain itu, tren digitalisasi informasi sudah harus dirangkum sebagai variabel untuk menghitung indeks demokrasi Indonesia. Media siber merupakan bagian dari upaya membangun persatuan dan kesatuan di Indonesia,” kata Khofifah.
Di sisi lain, seiring dengan perkembangan teknologi, saat ini demokrasi dan aspirasi masyarakat mengalami disrupsi ke media sosial. Untuk itu ia mengingatkan bahwa meski disampaikan melalui media sosial, demokrasi harus dijaga secara arif.
“Kembali saya mengingatkan, saat ini demokrasi juga banyak dilakukan masyarakat melalui media sosial. Namun, konten yang sehat juga menjadi bagian penting untuk membangun kehidupan berbangsa dan bernegara yang aman dan nyaman,” pesan Khofifah.
Sebagai informasi, IDI tidak hanya melihat gambaran demokrasi yang berasal dari sisi kinerja pemerintah/birokrasi saja. Namun penilaian tersebut juga berpedoman pada aspek aspek peran masyarakat, lembaga legislatif (DPRD), partai politik, lembaga peradilan, dan penegak hukum. (ST02)