Potensi besar Kota Surabaya dalam mengembangkan layanan wisata medis (medical tourism) ditangkap dengan konkret oleh Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi. Menggandeng berbagai komponen, pelayanan itu akan segera diwujudkan di Kota Surabaya.
SURABAYATODAY.ID, SURABAYA – Komitmen medical tourism ini sudah diwujudkan dalam soft launching Surabaya Medical Tourism (SMT), Senin (27/9) lalu. Dalam soft opening itu juga dilakukan penandatanganan nota kesepakatan bersama tentang penyelenggaraan layanan wisata medis di Kota Surabaya.
Penandatanganan nota kesepakatan itu digelar di lobby lantai 2 Balai Kota Surabaya. Nota kesepakatan diteken oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya bersama Rektor Universitas Airlangga Prof Mohammad Nasih, dan Ketua Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) wilayah Jawa Timur Dr Dodo Anondo. Selain itu juga oleh Ketua DPD Association of the Indonesian Tours & Travel Agencies (ASITA) atau asosiasi agensi tur perjalanan Jatim Imam Mahmudi, Ketua Astindo Jawa Timur Yongky Yanwitarko, dan Ketua Badan Pimpinan Daerah Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (BPD PHRI) Jatim Dwi Cahyono.
Pada kesempatan itu, Wali Kota Eri Cahyadi mengatakan medical tourism untuk memberikan pelayanan kesehatan yang terbaik di Surabaya. Sebab, Kota Pahlawan ini memiliki potensi besar memberikan pelayanan kesehatan yang terbaik di Surabaya maupun di Indonesia Timur.
“Jika kita bisa melakukan pelayanan ini, maka secara otomatis akan menggerakkan ekonomi, pariwisata, perhotelan, restoran dan semuanya yang ada di Kota Surabaya,” kata Wali Kota Eri.


Ia menjelaskan lebih detail sistem kerjasama itu. Nantinya, Medical Tourism Surabaya ini akan berbentuk sebuah aplikasi yang saat ini terus dikembangkan oleh Universitas Airlangga (Unair).
Dalam aplikasi yang merupakan produk bersama itu, nantinya akan ada rumah sakit beserta layanan unggulannya serta biayanya, ada pariwisatanya, perhotelannya, restoran dan berbagai fasilitas lainnya.
Makanya, ketika ada orang sakit dan berobat ke Kota Surabaya, pasti ada keluarganya yang ikut, sehingga sebelum pasien berangkat ke Surabaya, sudah daftar duluan arahnya nanti ke mana saja; mulai rumah sakitnya di mana, hotelnya di mana, dan akan berkunjung ke mana.
Bahkan, nantinya akan dijemput dari bandara menggunakan ambulancenya dari mana. “Itu sudah dirancang sejak awal, karena semuanya ini akan terangkai menjadi satu bagian,” terangnya.
Di samping itu, Wali Kota Eri juga menjelaskan bahwa sekitar 70 persen orang Indonesia berobat ke luar negeri. Dari 70 persen itu, sebagian besar adalah warga Kota Surabaya. Padahal, pengobatan di Indonesia tidak kalah dengan di luar negeri.


Ia lantas menceritakan pernah bertemu dengan seseorang yang menyampaikan bahwa ada orang tidak bisa didiagnosa di Surabaya, lalu berobat ke luar negeri dengan menggunakan jet pribadi. Ternyata, hasil di luar negeri diagnosa sama dengan dokter Surabaya.
Eri Cahyadi pun menyatakan sebenarnya dokter di Surabaya tidak kalah hebatnya dengan di luar negeri, karena hasil diagnosanya sama.
“Dari situ saya sadar bahwa kita punya kekuatan sebenarnya. Kita punya tenaga kesehatan yang hebat, punya rumah sakit yang hebat, sehingga bagaimana tugas kita sekarang untuk menggandengkan semua pelayanan itu. Nah, kalau itu bisa dilakukan di Indonesia, khususnya di Surabaya, kenapa harus pergi berobat di luar negeri,” katanya.
Karena itu, ia sangat yakin dengan kerjasama ini akan bisa mewujudkan medical tourism itu. Ia juga memastikan bahwa pelayanan ini dilaunching pada 10 November mendatang, sehingga pelayanannya juga bisa dimulai pada hari itu juga.
Sementara itu, Rektor Universitas Airlangga Prof Mohammad Nasih mengatakan kerjasama ini akan menjadi bagian dari catatan sejarah Surabaya dan bahkan Indonesia. Sebab, sudah bisa menghadirkan sebuah aktivitas yang menjanjikan, yaitu medical tourism.
“Boleh saja kemerdekaan itu diproklamirkan di Jakarta, tetapi perjuangan untuk terus mengibarkan dan justru pahlawan kemerdekaan itu justru berasal dari Surabaya dengan 10 Novembernya yang sungguh luar biasa, dan apa yang kita lakukan hari ini akan menjadi catatan sejarah juga dari Kota Surabaya,” kata Prof Nasih.


Ia juga mengakui bahwa dalam jangka pendek, dia tidak terlalu berharap ada orang luar negeri berobat ke Indonesia. Namun, jangka pendeknya adalah mereka yang selama berobat ke luar negeri dapat dicegah dengan pelayanan yang sebaik-baiknya dan fasilitas yang sangat bagus di Kota Surabaya.
“Kuncinya menurut saya adalah koordinasi dan kerjasama serta integrasi di antara semua komponen ini. Ya dokternya, rumah sakitnya, dan semuanya termasuk pemkot yang harus terus bersama-sama demi mensukseskan inovasi ini,” kata dia.
Ketua Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) Jatim dr Dodo Anando MPh mengatakan, Surabaya Medical Tourism itu akan mirip dengan yang ada di Malaysia. Namun, ia memastikan bukan karena Surabaya meniru Malaysia, tapi karena memang potensi Surabaya cukup besar untuk memberikan pelayanan ini.
“Kita hampir sama dengan yang di Malaysia, kita medical tourism sama. Jadi kita akan menerima pasien dari luar negeri. Tapi sementara ini kita coba yang dari luar Surabaya dulu, tes case apakah semuanya bisa dilayani dengan baik. Namun, kalau dilihat dari potensinya, Surabaya sudah cukup siap untuk menerapkan inovasi ini,” ungkapnya. (ADV-ST01)