SURABAYATODAY.ID, SURABAYA – Wakil Gubernur Jatim Emil Elestianto Dardak membuka rapat koordinasi (Rakor) Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPK), Rabu (22/9) malam. Rakor yang digelar bertajuk ‘Penanggulangan Kemiskinan Ekstrem di Jawa Timur’ itu diselenggarakan 22-24 September 2021 di Hotel Harris Surabaya.
Emil mengatakan menanggulangi kemiskinan bukanlah tugas mudah. Karena itu ia mengajak seluruh Ketua TKPK di masing-masing kabupaten/kota bersama-sama dan bergotong royong menurunkan angka kemiskinan itu.
“Menanggulangi kemiskinan itu bukan tugas satu OPD, tapi tugas seluruh elemen di dalam pemerintahan yaitu harus bisa ikut bergotong-royong menangani kemiskinan,” katanya.
Ia memaparkan, untuk angka kemiskinan Jatim pada September 2020 lalu mencapai 10,19 persen. Lalu, pada Maret 2021 angka kemiskinan menurun menjadi 10,14 persen. Namun, ia membandingkan dengan angka pengangguran yang mencapai 5,17 persen.
Kondisi tersebut bisa diartikan bahwa banyak orang yang tidak menganggur tapi miskin. “Jadi persentase penduduk miskin kita memang turun tetapi yang lebih penting kalau kita mau melihat bahwa penduduk miskin jauh lebih tinggi dari pada angka pengangguran,” ujarnya.
Maka itu, lanjut Emil, salah satu cara mengentas kemiskinan adalah memberikan pekerjaan. Tetapi, cara tersebut belum maksimal. Sebab, upaya pemerintah memberikan pekerjaan, tapi masih banyak penduduk yang miskin.
Situasi ini menjadi menarik. “Artinya, ada satu realita terutama mungkin banyak terjadi di daerah pedesaan. Sebagian besar mereka yang bekerja di sektor pertanian tetapi kondisinya miskin,” ujarnya.
Emil menjelaskan, sebuah workshop yang melibatkan lembaga Semeru memberikan forum studi mengenai kemiskinan. Dari studi tersebut, kata dia, 75 persen dari yang terdata miskin masuk kategori working full time (bekerja penuh waktu).
“Sudah kerja full time tapi miskin. Berarti ada yang salah di sini,” jelasnya.
Menurut Emil, membedah kemiskinan kota dan kemiskinan pedesaan menjadi hal yang penting. Fenomena yang sangat berbeda utamanya adalah ketika terjadi Covid-19 cenderung menghantam perkotaan dari pada pedesaan.
“Sebelumnya Pemprov Jatim memiliki program bernama suplemen BPNT (Bantuan Pangan Non Tunai). Kenapa program ini diluncurkan? Karena bantuan yang diterima dari BPNT, nilainya sama dengan mereka yang tinggal di daerah yang mungkin biaya hidupnya rendah,” urainya.
Ia mencontohkan di bidang pertanian yang notabene tidak terpengaruh oleh Covid-19 dan gaya hidup rendah. Biasanya, masyarakat yang bekerja di sektor pertanian masih bisa bekerja serta biaya hidup rendah.
Bandingkan dengan mereka yang hidup atau bekerja di perkotaan. Ketika profesi berjualan es di depan sekolah atau terminal tutup total, ditambah biaya hidup di kota lebih tinggi tapi sama-sama bantuannya Rp 200 ribu sebulan.
“Di sinilah kemudian Pemprov Jawa Timur mencoba hadir bagi 333.000 lebih jumlah keluarga yang tinggal di 600 kelurahan kemudian kita beri suplemen sebesar 50 persen dari apa yang dibantu pemerintah pusat,” urainya.
Wagub Emil menyampaikan, melalui rakor yang dihadiri Sekretaris Eksekutif TNP2K RI ini diharapkan dapat sedikit meringankan tugas rekan-rekan wakil bupati dan wakil wali kota dan kepala-kepala Bappeda dalam menanggulangi kemiskinan di wilayahnya masing-masing. (ST02)





