SURABAYATODAY.ID, SURABAYA – Terjadi perdebatan soal tarif sewa Stadion Gelora Bung Tomo (GBT) Surabaya, antara Pansus Raperda Retribusi Kekayaan Aset Daerah DPRD Kota Surabaya dengan Pemkot Surabaya. Pemkot Surabaya menetapkan tarif untuk kegiatan komersial Rp 22 juta per jam dan Rp 444,632 juta per hari. Ada juga tarif lain, misalnya untuk koperasi PNS Rp 16 juta per jam dan Rp 333,474 juta per hari.
Mantan Ketua Pansus Retribusi Barang Milik Daerah Kota Surabaya, Baktiono mengatakan, pergunjingan saat ini di DPRD Surabaya melalui panitia khusus tentang retribusi tarif retribusi sangat menarik. Di pihak panitia khusus menginginkan Persebaya diberi fasilitas khusus berupa tarif, karena dengan alasan Persebaya adalah pemakai utama yang home base nya di Kota Surabaya. Sementara di pihak Pemkot Surabaya, pemkot mempertahankan idealismenya, bahwa tarif yang yang saat ini adalah tarif hasil pembahasan bersama panitia khusus sebelumnya, dan tarif yang saat ini tertera di peraturan daerah Kota Surabaya adalah hasil appraisal atau penafsiran tim independen.
“Karena itu Pemkot Surabaya tidak berani menetapkan sepihak, karena bisa menjadi temuan dan permasalahan hukum kalau ditentukan hanya sepihak oleh Pemkot saja,” ujarnya, Rabu (21/4).
Baktiono menambahkan perlu adanya kajian dan survei yang tidak merugikan semua pihak. Politisi yang saat ini menjabat Ketua Komisi C DPRD Surabaya menegaskan, solusi untuk bisa memberikan yang terbaik bagi Kota Surabaya maupun Persebaya adalah apakah panitia khusus sudah mempunyai argumentasi akademis atau mempunyai alasan yang realistis, yang bila dibandingkan dengan kajian dari tarif Perda sebelumnya itu bisa realistis dan masuk akal dan yang bisa diterima oleh semua pihak.
“Contohnya di masa pandemi Covid-19, untuk pertandingan tidak mungkin penonton tadi berjubel dan diawasi oleh aparat pemerintah kota agar protokol kesehatan tetap dijalankan,” tutur politisi senior PDI Perjuangan ini.
Lebih lanjut Baktiono mengatakan, dengan alasan tersebut bisa dimasukkan dalam pasal dan ayat khusus untuk bisa mengurangi tarif sewa tersebut.
Solusi berikutnya yaitu sewa harian. Kata Baktiono, sewa bulanan dan sewa tahunan itu bisa dibedakan. Ibaratnya sewa harian adalah membeli barang eceran. Sedangkan sewa bulanan ibarat membeli barang secara borongan.
“Sewa harian dengan membeli barang dorongan harganya pasti berbeda, apalagi kalau pembelian barang dalam jumlah yang sangat besar atau sewa tahunan harganya pasti lebih rendah lagi,” usulnya.
Ia menekankan kembali, dalam pembahasan raperda tentang retribusi barang milik daerah yang di dalamnya pasal dana, ayat paling krusial adalah tarif sewa atau kontrak Stadion GBT di Surabaya. Namun ia menyampaikan bahwa Persebaya saat ini sudah bukan lagi cabang olahraga di bawah PSSI atau KONI, tetapi Persebaya saat ini adalah sepak bola menjadi milik perusahaan bahkan milik pribadi.
“Karena itu pemerintah kota bisa memfasilitasi hal yang sama dengan klub-klub sepakbola profesional lainnya, yang akan menggunakan fasilitas Stadion GBT yang berstandar internasional,” ujarnya.
Ia kembali menuturkan, kalau diibaratkan dengan sewa tarif GBT bisa dibuatkan kajian tentang tarif sewa mingguan, tarif sewa bulanan dan tarif sewa per tahunan nya. “Maka di situlah ada alasan yang masuk akal untuk bisa mengurangi atau memberikan tarif yang lebih rendah dari tarif peraturan daerah sebelumnya,” ungkap Baktiono. (ST01)