SURABAYATODAY.ID, SURABAYA – Hari ini, Minggu (14/3), umat Hindu di Indonesia merayakan Hari Raya Nyepi atau yang juga kerap disebut hari pergantian tahun Saka (Iskawarsa). Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa menyebutkan ada hikmah penting yang bisa diresapi dari rangkaian ritual dan ibadah yang dilakukan di Hari Raya Nyepi ini.
Yaitu, dari pelaksanaan Nyepi, akan membentuk sesorang menjadi insan yang berkepribadian dharma. “Dari rangkaian ritual dan ibadah yang dilakukan umat Hindu di Hari Raya Nyepi, mengajarkan kita bahwa pribadi yang baik adalah mereka yang mengabdikan dirinya untuk kebaikan diri sendiri dan orang lain. Dari rangkaian ritual di Hari Raya Nyepi, akan membentuk seseorang menjadi pribadi dharma dan menjauhi sifat-sifat adharma,” terangnya.
Bukan tanpa alasan, ritual yang paling akrab didengar masyarakat umum saat Hari Raya Nyepi adalah Catur Brata Penyepian. Yang terdiri atas amati geni, amati karya, amati lelungan, dan amati lelanguan. Di mana masing-masing ritual itu memiliki makna yang mendalam.
Yang pertama, dikatakan Khofifah adalah amati geni. Amati geni diartikan dengan tidak boleh menggunakan atau menyalakan api serta tidak mengobarkan nafsu. Kemudian amati karya yaitu tidak melakukan kegiatan atau pekerjaan. Dan amati lelungan yang berarti tidak bepergian dan digantikan dengan mawas diri, serta amati lelanguan yakni tidak mengobarkan kesenangan, hiburan, dan sejenisnya.
“Empat ritual itu mewujudkan suasana yang tenang. Pada kondisi seperti itu, umat Hindu melakukan perenungan pada tiga hal yang kerap disebut Trikaya. Yakni kayika yang berarti perbuatan, wacika alias perkataan, dan manacika yang artinya pikiran. Tiga hal itu merupakan lika-liku yang mengelilingi manusia,” tandasnya.
Perenungan itu, ditegaskan Gubernur Khofifah, menjadi bagian dari mawas diri. Umat Hindu dengan khusyuk mengingat segala perbuatan yang pernah dilakukan. Lalu mengoreksi apa yang buruk, harus ditinggalkan. Lalu, apa yang baik dan bermanfaat bagi orang lain, harus ditingkatkan.
“Instropeksi ini merupakan kunci sebuah keberhasilan hidup manusia. Tidak ada manusia yang lepas dari kesalahan. Setiap orang pasti pernah khilaf. Dan sudah sepatutnya manusia itu saling memaafkan,” lanjutnya.
Lebih lanjut, perenungan atas kesalahan pribadi itu bukan untuk memupuk penyesalan. Sebaliknya, perenungan tersebut menjadi modal untuk mendewasakan diri. Dewasa dalam bersikap, mengendalikan emosi, bertuturkata, serta dewasa dalam menentukan langkah ke depan.
“Dari sini, hakikat hidup bisa ditemukan. Antara lain, sebaik-baik manusia adalah mereka yang memberi manfaat, bukan memanfaatkan. Pribadi yang baik adalah mereka yang mengabdikan dirinya untuk kebaikan diri sendiri dan orang lain. Seseorang menetapkan pribadi dharma dan menjauhi sifat-sifat adharma,” tegasnya.
Di sisi lain, Gubernur Khofifah mengingatkan bahwa perayaan hari besar agama tahun ini masih beriringan dengan pandemi covid-19. Karena itu, ia mengajak seluruh umat untuk menyatukan harapan dan doa agar pandemi covid-19 segera berakhir dan seluruh kegiatan bisa menjadi normal kembali.
Upaya pencegahan dari penularan virus harus diawali dari diri sendiri. Modal yang harus dimiliki untuk terhindar dari Covid-19 adalah pribadi yang disiplin.
“Mari, Hari Raya Nyepi ini dijadikan sebagai langkah untuk menuju masa depan yang lebih baik. Masa depan penuh dengan kebahagiaan, kesehatan, serta kelancaran usaha. Rajaheng nyanggra rahina Nyepi Caka 1943. Selamat Hari Raya Nyepi dan Tahun Baru Saka 1943,” pungkas Khofifah. (ST02)