SURABAYATODAY.ID, SURABAYA – Meski baru digedok dua tahun, Komisi A DPRD Surabaya mengajukan revisi Peraturan Daerah (Perda) Nomor 5 tahun 2019 tentang penyelenggaraan reklame. Revisi diajukan karena dinilai ada hak masyarakat yang terpangkas dari kegiatan advertising oleh para penyelenggara reklame di Surabaya.
Anggota Komisi A DPRD Surabaya, Arif Fathoni mengatakan, ada beberapa hal yang harus dibenahi dalam industri advertising di Kota Surabaya. Menurutnya, Surabaya merupakan kota metropolitan dan mengambil jargon Surabaya Smart City. Karena itu, penataan reklame perlu selaras dengan hal itu.
“Saya berpandangan dalam revisi perda reklame ini semangatnya adalah pembenahan,” ungkap Arif Fathoni.
Menurutnya, pembenahan yang dimaksudkan adalah bagaimana agar seluruh industri advertising ini hanya menggunakan videotron sebagai sarana promosi. Selanjutnya advertising dilarang memasang reklame yang berupa bilboard, bando dan baliho.
“Pemkot juga tidak boleh menerbitkan SIPR baru untuk bilboard, bando dan baliho. Yang boleh diterbitkan SIPR hanya videotron atau megatron seperti di kota-kota besar di dunia,” lanjutnya.
Namun, tambah Arif Fathoni, jika perda disetujui tidak otomatis bakal diberlakukan. Politisi yang mantan wartawan ini menyatakan pengusaha advertising diberikan kesempatan selama setahun sejak Perda ini diundangkan untuk melakukan pembongkaran jenis usaha seperti tersebut di atas.
“’Sehingga ke depan estetika kota menjadi terjaga tidak dipenuhi reklame,” katanya.
Dia menambahkan, kondisi estetika Kota Surabaya semakin kurang sedap dipandang karena juga ada fasum dan fasos digunakan sebagai titik reklame. ”Hal-hal yang begini harus segera diakhiri, demi hak masyarakat untuk mendapatkan pemandangan indah di kotanya,” ujar dia.
Selain pelarangan sejumlah jenis reklame, kata Toni, sapaan akrab Arif Fathoni, di Jembatan Penyebrangan Orang (JPO) juga diusulkan tidak boleh digunakan sebagai media reklame. Hal ini agar masyarakat Surabaya yang melintas di JPO tidak terhalangi oleh sarana reklame tersebut. Apalagi JPO tersebut banyak melintang di jalan jalan protokol Surabaya.
Semangat inilah, ungkap Toni, yang membuat Komisi A mengajukan raperda inisiatif revisi Perda Nomor 5 tahun 2019 tentang penyelenggaraan reklame. Maksudnya, agar ada hak masyarakat untuk terbebas dari simbol hutan reklame. Selain itu juga mendukung Pemkot Surabaya menjalankan jargon Surabaya Smart City.
“Sehingga tidak sekadar jargon, karena industri advertisingnya masih konvensional,” kata Toni. (ADV-ST01)