Surabayatoday.id, Surabaya – Setiap tanggal 2 Februari diperingati sebagai Hari Lahan Basah Sedunia atau World Wetland Day. Sekretaris Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPRD Surabaya Aning Rahmawati meminta Pemkot Surabaya terus memelihara dan mengembangkan kawasan lahan basah di Kota Pahlawan ini.
Ia menerangkan lahan basah menjadi penyumbang keanekaragaman hayati yang tinggi. Seperti pantai timur Surabaya yang areanya hutan mangrovenya setiap tahun menjadi transit burung migran dari penjuru dunia bagian utara.
“Bahkan tim ITS pernah meneliti, di mangrove Wonorejo ada burung-burung yang menempuh dengan jalur migrasi Asia Utara hingga ke Asia Tenggara dan Australia,” ujar Aning.
Diungkapkan, tujuan burung singgah di lahan basah Surabaya adalah mencari makanan. Hewan tersebut juga bermigrasi meninggalkan musim dingin di belahan bumi utara. “Tapi bisa juga dijadikan tempat untuk berkembang biak burung-burung migran tersebut,” terangnya.
Potensi inilah yang dinilainya bisa menjadi alasan dikembangkannya ekowisata di kawasan tersebut. “Sudah tepat Surabaya menetapkan kawasan mangrove sebagai kawasan konservasi. Saya berharap kawasan lahan basah lainnya, seperti di sekitar Suramadu juga mendapat perhatian,” tegas Aning.
Di sisi lain ia menyebutkan bahwa selain sebagai sumber keanekaragaman hayati, lahan basah Surabaya juga berperan dalam fungsi tata air kota. Reklamasi kawasan pesisir menjadi permukiman yang tidak terkendali akan memicu banjir.
“Karena itu lahan basah harus kita jaga dengan serius,” pesan Aning yang juga Wakil Ketua Komisi C DPRD Surabaya ini.
Dalam kesempatan tersebut Aning juga berharap agar Surabaya bisa mendapat akreditasi sebagai Kota Lahan Basah Dunia. “Tahun lalu Kementerian LHK menyampaikan sinyal seperti itu dan Pemkot menyiapkan segala persyaratannya. Saya berharap Surabaya segera mendapat predikat tersebut,” pungkas dia.
Untuk diketahui, tanggal 2 Februari diperingati sebagai World Wetland Day. Hal itu merujuk pada tanggal ditandatanganinya konvensi lahan basah di Ramsar, Iran, pada 2 Februari 1971.
Sedangkan di Indonesia meratifikasi Konvensi Ramsar tersebut melalui Keppres nomor 48 tahun 1991. Menurut konvensi tersebut, lahan basah adalah ”Daerah-daerah rawa, payau, lahan gambut, dan perairan: alami atau buatan; tetap atau sementara; dengan air yang tergenang atau mengalir, tawar, payau atau asin; termasuk wilayah perairan laut yang kedalamannya tidak lebih dari enam meter pada waktu air surut.”
Pengelolaan lahan basah yang baik akan mengurangi risiko bencana. Lahan basah yang kondisinya masih baik haruslah dijaga dan dipertahankan, sementara lahan basah yang telah terdegradasi dan rusak harus segera dipulihkan fungsi serta manfaatnya, agar ekosistem kembali menjadi kuat. (ST01)