Surabayatoday.id, Surabaya – Logika dalam hidup, setiap orang ingin mendapatkan sesuatu yang lebih baik. Pangkat, jabatan, kedudukan atau apalah itu. Namun sosok wali Kota Surabaya Tri Rismaharini justru berbeda.
Memiliki peluang jabatan lebih tinggi, ia emoh. Digadang menjadi gubernur DKI Jakarta, ia tetap memilih tak meninggalkan jabatan wali kotanya. Ditawari posisi menteri di Kabinet Indonesia Maju pun, ia tetap kukuh ingin dengan pendiriannya.
Apa pendiriannya itu? Risma ingin menyelesaikan masa jabatannya sebagai wali kota Surabaya sampai selesai. Menyelesaikan mimpi-mimpinya tentang Surabaya, serta mengemban amanahnya yang dipilih rakyat sampai masa tugasnya rampung bulan Februari 2021 mendatang.
Bisa jadi, Risma layak disebut pemimpin yang langka di Indonesia ini. Umumnya kepala daerah (setingkat wali kota/bupati) jika ditawari menjadi calon gubernur, tawaran itu akan diambil. Kalah dan menang urusan belakang.
Demikian juga ketika dipinang menjadi menteri, siapa sih yang ingin menolak? Tapi Risma tidak. Ia mengabaikan pinangan-pinangan itu. Ia tetap bertahan di Surabaya. Memilih tetap menjadi wali kota.
Hal itu diketahui ketika Presiden RI Joko Widodo mengumumkan susunan menterinya. Dari nama-nama yang menduduki posisi kabinet Indonesia Maju, ternyata tidak ada nama Risma. Padahal Risma, namanya santer bakal diangkut ke Jakarta.
Risma sendiri ternyata juga pandai menyimpan rahasia. Selama ini ia hanya mengelak saat ditanya tentang kemungkinan namanya masuk kabinet. Tapi begitu namanya dipastikan tidak ada, ia baru bicara. Blak-blakan.
“Saya ingin selesaikan (tugas) di Surabaya. Saya mengucapkan terima kasih atas semua support, tapi saya harus jaga Surabaya ini,” demikian ungkap Risma, akhir tahun 2019 silam.
Risma menceritakan memang ditawari posisi menteri. Bahkan yang menawarinya adalah Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri.
Sekitar bulan September 2019, ia bertemu Megawati. Pada pertemuan itulah ia ditawari menteri. “Tapi saya sampaikan ke Ibu (Megawati), saya enggak (mau),” katanya.
Apa reaksi Megawati? Menurut Risma, Megawati berharap ia tidak memberikan jawaban saat itu juga. “Wis Mbak ojok kesusu, engko njawabe awal Oktober ya Mbak (Tidak usah tergesa-gesa menjawab. Nanti menjawabnya di awal Oktober saja),” ujar Risma menirukan ucapan Megawati.
Setelah pertemuan itu, Risma kunjungan kerja ke Busan, Korea Selatan. Sedangkan di bulan Oktober, Risma ke Cologne, Jerman menghadiri acara UNICEF.
Saat perjalanan hendak berangkat ke Jerman itu, teleponnya berdering. Puan Maharani menghubunginya. “Aku ditelepon Mbak Puan (Puan Maharani),” lanjut wali kota perempuan pertama di Kota Pahlawan ini.
Di percakapan telepon itu, Puan meminta Risma menjawab ‘pinangan’ menjadi menteri. Tetapi ia tidak goyah. Risma tidak berubah jawaban.
“Mbak, piye jadi menteri? Saya jawab tidak. Saya ingin selesaikan (tugas) di Surabaya dulu,” paparnya kembali.
Menariknya, mantan kepala Bappeko ini mengaku sebetulnya ia rugi menolak tawaran itu. Namun ia lebih memilih rugi daripada meninggalkan Surabaya.
“Kalau nuruti pribadi saya rugi. Karena saya harus daftar (pilkada atau dipilih menteri) harus nunggu lama,” lanjutnya.
Tapi ia tidak menyesali keputusan itu. Justru ia mengaku bakal menyesal jika meninggalkan Surabaya sebelum masa jabatannya berakhir. “Kalau (Surabaya) aku tinggalkan, terus kalau ada apa-apa aku nyesel. Karena aku sudah berdarah-darah, tanganku patah, tendonku putus dan sering jatuh di lapangan,” imbuhnya.
Lantas apa planning ke depan? Mantan Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) ini menyatakan baru akan memutuskan hidupnya setelah ada pemilihan wali kota baru, atau setelah dirinya tidak lagi menjabat wali kota.
“Kalau ada pilihan lagi, kan rakyat tidak memilih saya lagi (karena sudah dua periode). Saya tidak ada tanggung jawab lagi. Kalau sekarang saya tinggalkan, rakyat kan awalnya memilih saya. Kalau (saya tinggalkan) itu, saya dosa,” paparnya.
Di sisi lain, penolakan itu juga dilandasi bahwa Risma mengaku lebih nyaman menjadi wali kota. Alasannya, ia bisa menangani persoalan warga secara lintas sektoral, seperti halnya penanganan persoalan anak.
Ia bisa menangani secara total, mulai pendidikan, tempat tinggal, kesehatan dan sebagainya. Sedangkan kalau menjadi menteri, ia hanya bisa memberi bantuan secara sektoral.
“Kenapa saya suka jadi wali kota, kalau menolong orang bisa utuh,” ujarnya lugas.
Apakah bersedia menjadi menteri jika ada reshuffle kabinet? Ia tidak mau menjawab dan berandai-andai. “Saya tidak mau ngomong itu. Nanti dilihat saja. Tetapi kita tidak boleh mengatakan itu (ada reshuffle). Itu dosa,” katanya.
Sedangkan di akhir masa jabatannya, Risma bermimpi ingin menuntaskan program permakanan untuk warga Surabaya yang kurang mampu. Selain itu, Risma juga mengaku telah menyelesaikan tuntutan warga terkait masalah banjir.
Selain itu, alumni ITS ini juga ingin mewujudkan mimpinya di sektor pariwisata dan ruang publik. Seperti cable car dan alun-alun bawah tanah.
Dan tak dinyana, konsep wisata yang dipikirkannya ini ternyata bukan hanya untuk warga Surabaya. Sebaliknya ia memikirkan kebutuhan warga luar Surabaya.
Ia mencontohkan jika orang pergi ke Surabaya dan tempatnya tidak ada inovasi, maka orang akan jenuh. Orang akhirnya enggan datang lagi. Maka itu, ia berkeinginan untuk membuat lebih banyak ruang terbuka publik.
“Saya harus membuat ruang-ruang sebanyak-banyaknya, karena yang datang bukan hanya warga Surabaya, tapi dari Gresik, Sidoarjo, Mojokerto, dan yang lainnya” jabar dia.
Di sisi lain, sekali lagi, menolak menjadi menteri ini Risma bisa disebut pemimpin langka. Tercatat hanya beberapa orang saja yang menolak tawaran menteri. Misalnya, politikus PDIP Adian Napitupulu dan Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) Viktor Laiskodat.
Sama dengan Risma, alasan Viktor menolak adi menteri juga karena ingin fokus pada daerah yang dipimpinnya. “Kalau disuruh memilih pasti saya akan pulang, karena saya majunya sebagai gubernur,” ujar Viktor.
Sementara, Adian Napitupulu menolak dengan alasan lain. Ia mengaku berjuang bukan untuk jabatan. “Saya berjuang habis-habisan buat Jokowi tidak untuk jabatan, tapi untuk Indonesia lebih baik, itu saja,” tegas Adian.
Kembali ke Risma, penolakan menjadi menteri ini tidak membuat Megawati marah. Justru ia sangat menyanjung sikap Risma.
Beberapa waktu lalu Megawati mengatakan Risma telah berhasil dalam mengelola kota Surabaya menjadi lebih baik. “Beliau sudah melaksanakan tugasnya, sudah terpilih dua kali. Dan ada perubahan di Surabaya. Ini luar biasa sekali,” ujar Megawati di Jakarta, Senin (19/8/2019).
Keberhasilan Risma salah satunya adalah bidang lingkungan. Risma membangun banyak ruang terbuka hijau. Imbasnya suhu Surabaya turun dua derajat.
“Kalau di tempat lain naik, di Surabaya sudah turun dua derajat,” katanya.
Bahkan Megawati eman karena Risma tidak bisa dicalonkan lagi sebagai wali kota. Akhirnya Risma ditarik menjadi Ketua DPP PDIP bidang Kebudayaan.
“Sayangnya beliu tidak boleh lagi, hanya dua kali, makanya saya tarik ke DPP PDIP bidang kebudayaan,” ungkapnya.
Kisah lain, Risma juga sudah dipinang menjadi calon gubernur DKI Jakarta. Dalam kunjungan ke Surabaya, Ketua Fraksi Nasdem DPRD DKI Jakarta, Bestari Barus menyatakan DKI Jakarta butuh sosok seperti Risma.
Bahkan, di sela kunjungan kerja di Surabaya, Bestari Barus mengucapkan ‘selamat datang di Jakarta’ kepada wali kota perempuan pertama di Kota Pahlawan ini.
“Bu Risma bermasyarakat, dia dekat dengan rakyatnya. Sehingga pemimpin yang dekat dengan rakyat mudah mengkomunikasikan program,” ujarnya.
Bestari mengatakan harapannya bahwa DKI Jakarta dapat dipimpin oleh figur pemimpin seperti Tri Rismaharini. Bahkan tidak hanya sosok yang mirip, justru ia menyatakan menginginkan Risma ke Jakarta.
“Mudah-mudahan bisa saya sebutkan ke beliau itu, selamat datang di Jakarta, kita menunggu Bu Risma di Jakarta,” tambahnya.
Apa tanggapan Risma? Ia hanya memberikan statemen singkat. Lagi-lagi ia tidak ingin meninggalkan Surabaya selama masa jabatannya selesai.
“Walah, wis nanti dilihatlah. Wong iki ae durung mari kok (Sudah, dilihat saja nanti. Ini saja belum selesai kok),” ujarnya.
Pernyataan ‘wong iki ae durung mari’ maksudnya adalah penjelasan tentang kondisinya yang sekarang. Bahwa kini dia menjabat wali kota Surabaya. Masa jabatan itu belum selesai dan baru akan berakhir pada Februari 2021.
Penolakan demi penolakan ini membuat peneliti Surabaya Survey Center (SSC), Surokim Abdussalam menilai Risma telah memberikan teladan. Ia menyatakan pejabat yang satu ini tidak memiliki ambisi yang lebih tinggi jika risikonya dalah meninggalkan Surabaya sedangkan masa jabatannya belum rampung.
“Risma betul-betul pemimpin langka, mencintai warga Surabaya dengan segenap jiwanya,” kata Surokim.
Menurut dia, sosok Risma unik dan langka. Di saat semua orang berharap bisa menjadi menteri, ia justru menolak. “Kok ada orang seperti ini di era saat ini? Luar biasa, semoga Bu Risma selesai menuntaskan jabatan wali kota bisa mendapatkan momentum politik lagi,” ujar Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Budaya (FISIB) Universitas Universitas Trunojoyo Madura (UTM) ini.
Yang tak kalah menariknya dari sosok Risma ini adalah sakit pun yang dipikirkan adalah warga. Tentu masih ingat beberapa waktu lalu Risma pernah pingsan. Ia didiagnosa sakit maag dan asma. Semula dibawa ke RSUD dr Soewandhie, Risma kemudian dirujuk ke ICU RSUD dr Soetomo, lantas dirawat di Graha Amerta.
12 hari Risma sakit. Banyak pejabat menjenguknya. Salah satunya Presiden RI Joko Widodo.
Banyak orang bertanya-tanya tentang kondisi kesehatannya. Namun tidak banyak informasi yang diperoleh oleh awak media. Sampai akhirnya Risma sendiri yang justru memberikan kabar bahwa dia sudah membaik dan siap bekerja lagi.
Meski masih drop, ia menulis surat untuk warga Surabaya. Dalam suratnya itu ia menyatakan terima kasih atas semua doa untuk kesembuhannya. Selain itu, Risma juga mengatakan dirinya segera pulih serta kembali melayani warga Surabaya.
Berikut isi lengkap surat tersebut.
“Ass Wr Wb. 29/6/2019. TERIMA KASIH UNTUK SEMUA YANG MENDOAKAN SAYA INSYAALLOH SAYA AKAN SEGERA PULIH DAN MELAYANI WARGA SURABAYA. WASS WB WB”
Di bawah surat itu, kemudian Risma membubuhkan tanda tangan. Ia pun menuliskan namanya di situ. RISMA.
Di bawahnya kemudian ada tulisan “dr RS Dr Sutomo”. Maksud kalimat ini adalah surat ditulis dari rumah sakit dr Soetomo.
Ini menandakan Risma sangat peduli dengan warganya. Ketika orang sakit, umumnya ingin beristirahat agar cepat pulih. Namun Risma adalah pemimpin langka. Agak baikan sedikit saja, ia sudah menyatakan segera pulih dan siap melayani warga kembali. (ST01)