Surabayatoday.id, Surabaya – Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya terus memberikan perhatian serius pada situs atau bangunan peninggalan sejarah. Terbaru, pemkot melakukan renovasi pada kompleks makam Ki Ageng Pengging yang berada di Jalan Ngagel Nomor 87 Surabaya. Setidaknya ada 28 makam yang ada di dalam kompleks pemakaman yang memiliki luas sekitar 20×20 meter tersebut.
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Surabaya Antiek Sugiharti mengatakan, untuk langkah awal, kompleks pemakaman tersebut bakal ditetapkan dahulu sebagai cagar budaya. Pihaknya mengaku sudah bertemu dan berkoordinasi dengan ahli waris atau pemilik persil.
“Baru mau kita proses ke cagar budaya. Kami baru ketemu ahli warisnya, dan mereka setuju akan hal itu,” kata Antiek, Selasa (28/1).
Namun demikian, kata Antiek, sebelum penetapan cagar budaya, pihaknya membutuhkan berkas-berkas sebagai pendukung. Disbudpar akan terus berkoordinasi dengan ahli waris dan pakar sejarah.
“Kalau dihibahkan kan kita butuh berkas-berkas pendukung untuk kemudian kita jadikan cagar budaya. Kita komunikasikan terus dengan pihak ahli waris,” ujarnya.
Setidaknya ada 16 makam yang sudah tercatat di dalam kompleks pemakaman tersebut. Yakni, Ki Ageng Pengging, Mbah Endang, Mbah Wali Peking, Mbah Aji Rogo, Mbah Wongso, Mbah Prabu, Mbah Purbo, Mbah Suryo Kuninga, Mbah Boyo, Mbah Ronggo, Mbah Moh. Kojin, Mbah Saleh, Mbah Ibrahim, Mbah Sapu Jagat, Mbah Sigit dan Mbah Kafal Buntung. Sedangkan 12 makam lainnya, masih belum diketahui sejarahnya.
Camat Wonokromo, Tomi Ardianto menyampaikan, awalnya Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini beberapa kali melewati Jalan Ngagel dan melihat adanya kompleks pemakaman. Kemudian, pihaknya mendapat instruksi untuk melakukan survey dan mencari informasi ke lokasi tersebut.
“Setelah kita survey bersama Ibu Lurah Ngagel dan bertemu dengan juru kunci makam, ternyata ada Makam Ki Ageng Pengging di situ,” kata Tomi.
Di samping itu, kata Tomi, di kompleks pemakaman tersebut juga terdapat 27 makam lain. Jika ditotal, ada 28 makam, 16 sudah tercatat dan 12 belum. Makam tersebut, diduga masih ada keturunan atau hubungan dengan Prabu Brawijaya V dan para pengawal Kerajaan Majapahit.
“Kondisinya waktu kita survei, pohonnya masih rimbun dan banyak dedaunan. Akhirnya kemudian kita lakukan kerja bakti bersama,” ungkapnya.
Untuk langkah selanjutnya, Pemkot Surabaya kemudian mengadakan rapat pertemuan dengan ahli waris atau pemilik persil bersama pakar sejarah. Dari hasil pertemuan itu, Tomi menyebut, pihak keluarga atau ahli waris, menyambut baik rencana pemkot menjadikan kompleks pemakaman itu sebagai cagar budaya.
Bahkan, ahli waris juga siap menghibahkan persil tersebut kepada Pemkot Surabaya. “Pihak keluarga menyambut baik dan bersedia menghibahkan. Mereka juga menyetujui jika kompleks makam itu dijadikan cagar budaya. Ini sudah proses berjalan renovasi, jadi beberapa mulai diperbaiki, seperti atap dan akses jalan,” jelasnya.
Mashuri adalah orang yang diberi mandat oleh ahli waris sebagai juru kunci kompleks pemakaman tersebut. Selama 7 tahun, Mashuri dipercaya untuk menjaga dan merawat kompleks pemakaman itu.
Menurutnya, dalam sejarah makam, nama-nama yang tertulis di batu nisan adalah nama kiasan. Jika dalam istilah jawa pewayangan, disebut ‘Samar’.
“Pengging adalah wilayah, nama sebenarnya Kebo Kenongo (ayah dari Joko Tingkir). Sedangkan nama-nama di luar punden, adalah orang-orang pelindung kerajaan atau disebut juga prajurit,” kata Mashuri. (Jee)